Minggu, 26 April 2009

SEKITAR KEMUNAFIKAN

(النفاق) NIFAQ
Di antara sifat-sifat buruk manusia adalah nifaq. Nifaq dari kata nafaqa (نفق), artinya : mati. Dari kata nafaqa (نفق) juga bisa terbentuk kata naafaqa (نافق), artinya : masuk lalu keluar. Kata yang menunjukkan pelaku nifaq adalah munaafiq (منافق) .
Munaafiq (munafiq) adalah orang yang melakukan tindakan nifaaq (nifaq). Di dalam kamus “Lisanul Arab” disebutkan sebagai berikut :
وَالنِّفَاقُ بِالْكَسْرِ فِعْلُ الْمُنَافِقِ وَالنِّفَاقُ الدُّخُوْلُ فِي اْلإِسْلاَمِ مِنْ وَجْهٍ وَالْخُرُوْجُ عَنْهُ مِنْ آخَرَ .
“…dan nifaq (dengan tanda kasrah) adalah perbuatan seorang munafiq, sedangkan nifaq adalah masuk ke dalam Islam dengan cara sedemikian rupa lalu keluar darinya dengan cara yang lain”.
Jika demikian, maka munafiq sama dengan murtad, yaitu seorang muslim yang keluar dari Islam.
Sedangkan di dalam hadits disebutkan :
أَكْثَرُ مُنافِقِى هَذِهِ اْلأُمَّةِ قُرَّاؤُهَا .
“Kebanyakan orang munafiq di dalam umat ini adalah para ahli membacanya”.
Yang dimaksud dengan nifaq di dalam hadits di atas adalah riya’, karena keduanya, yakni : nifaq dan riya’ menunjukkan perkataan yang berbeda dengan apa yang ada di dalam batin.
Di dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ . وَزَادَ فِى رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِم
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 'Tanda-tanda seorang munafiq itu ada tiga : Jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia ingkar dan jika dipercaya ia khianat'". (Muttafaq alaih).
Dalam riwayat Muslim ditambah, "Sekali pun dia berpuasa, shalat, dan mengklaim dirinya seorang muslim".
Dalam hadits ini tidak ditunjukkan seorang munafiq itu yang masuk lalu keluar dari Islam, akan tetapi setiap muslim yang memiliki satu di antara tiga sifat tersebut, sekalipun dia masih aktif melakukan puasa, shalat dan masih mengaku sebagai seorang muslim. Orang yang rajin melakukan puasa, shalat dan mengaku muslim, bisa saja masuk golongan orang munafiq. Tolok ukur untuk mengetahui seseorang itu munafiq atau tidak, bukan dilihat dari shalatnya, puasanya dan pengakuannya sebagai seorang muslim, akan tetapi orang yang konsisten untuk tidak dusta, ingkar janji dan khianat.
Dalam hadits lain beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرُو بْنِ الْعَاصِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَاصًّا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا : إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ إِذَا خَاصَمَ فَجَرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
"Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 'Empat hal jika semua itu ada pada seseorang maka seseorang itu munafiq yang sebenar-benarnya dan barangsiapa sebagian dari yang empat itu ada padanya maka pada dirinya telah ada bagian dari kemunafiqan sehingga ia meninggalkannya : Jika ia dipercaya ia khianat, jika berbicara ia dusta, jika berjanji ia lancung dan jika berdebat ia melampaui batas'". (Muttafaq alaih).
Satu tambahan ciri seorang munafiq, yaitu orang yang melampaui batas jika berdebat.
Dengan demikian, seorang munafiq adalah orang yang sangat berbahaya. Melakukan mu’amalah (kerjasama) dengannya, akan menghadapi risiko yang sangat besar. Karena perkataannya ‘tidak bisa dipegang’. Dia mengatakan apa-apa yang sesungguhnya tidak ada di dalam hatinya. Ia membuat orang percaya kepada dirinya agar bisa dijadikan korbannya.
Jika dia berjanji, dia selalu mengingkarinya. Janji yang dia ucapkan hanya untuk menekan orang lain, agar tenang dan tidak menuntut hak kepada dirinya. Sehingga dirinya selamat dan aman dari cercaan orang lain.
Jika dipercaya, khianat. Apa-apa yang diamanahkan (dipercayakan) kepada dirinya, dengan mudah ia khianati. Asal menguntungkan bagi dirinya, maka dia tidak peduli dengan orang lain. Segala upaya dia lakukan untuk menutupi khianat dirinya. Kecenderungan dusta, ingkar janji, khianat dan melampaui batas menunjukkan kematian hatinya, sehingga tidak ada rasa takut kepada Allah. Apalagi kepada sesama manusia. Semua orang harus bisa menjadi korbannya. Hati-hati bermu’amalah dengan orang-orang munafiq.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَدَ الله الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُّقِيمٌ
“Allah mengancam orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah mela`nati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal”. (At-Taubah : 68).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيراً
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka". (An-Nisa : 145).
Dua ayat ini, ancaman bagi orang munafiq. Tapi ingat, ketika hendak melakukan mu’amalah dengan orang munafiq bahwa dia itu seorang munafiq dan tentu tidak beriman kepada ayat-ayat dan firman-firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan dia dengar dan tidak berpengaruh di dalam hatinya. Ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala itu hanya bisa dipahami dan direnungkan oleh orang-orang beriman yang takut akan ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, sekali seorang menjadi munafiq, akan sulit baginya melepaskan diri dari kenifaqan itu. Kenapa demikian ? Mungkin karena dia telah ‘disponsori’ oleh setan untuk berbuat kejahatan, semisal kemunafiqan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’lam bish shawab.
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar