Ditulis tanggal : 25 Mei 2009.
Penulis : Pak De.
Judul :
KATA KUNCI : فدية الصلاة
(TEBUSAN DOSA MENINGGALKAN SHALAT)
Hasil pencarian dalam Maktabah Syamilah dengan kata kunci فدية الصلاة ditemukan pada 7 tempat dalam 4 kitab, yaitu:
1. Hasyiyatu Raddil Mukhtar, bab : jilid 2, jilid 2, halaman 78.
2. Hasyiyatu Raddil Mukhtar, bab : jilid 2, jilid 2, halaman 467.
3. Al Bahrur Raiq Syarhu Kanzid Daqaiq, bab : Shalla fardhan dzakiran faitatan, jilid 4, halaman 418.
4. Al Bahrur Raiq Syarhu Kanzid Daqaiq, bab : Fashlun, fii kaffaratidz dzihar, jilid 10, halaman 452.
5. Raddul Muhtar, bab : Qadhaul fawait, jilid 5, halaman 335.
6. Raddul Muhtar, bab : Fashlun, fil ‘awaridhil mubihati li’adami, jilid 8, halaman1.
7. Fiqhul ibadat – Hanafi, bab : Al Fashluts tsani : shalatul maridh, jilid 1, halaman 119.
Dari poin 1 didapatkan ungkapan berikut :
بخلاف فدية الصلاة فإنه يجوز إعطاء فدية صلوات لواحد كما يأتي.
…berbeda dengan fidyah shalat, bahwa boleh menyerahkan fidyah sejumlah shalat kepada satu orang, sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Dari poin 2 didapatkan ungkapan berikut :
وكذا علق في فدية الصلاة لذلك، قال في الفتح: والصلاة كالصوم باستحسان المشايخ.
Demikianlah, bahwa fidyah shalat dikomentari karena hal itu. Di dalam kitab Al Fath ia berkata, “Shalat itu sama dengan puasa dengan dasar istihsan para syaikh”.
Dari poin 3 didapatkan ungkapan berikut :
وَالسَّنَةُ الْقَمَرِيَّةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا قَمَرِيًّا وَمُدَّتُهَا ثَلَثُمِائَةٍ وَأَرْبَعَةٌ وَخَمْسُونَ يَوْمًا وَثُلُثُ يَوْمٍ وَثُلُثُ عُشْرِ يَوْمٍ فَبَقِيَ أَنْ تُحْسَبَ فِدْيَةُ الصَّلاَةِ بِالسَّنَةِ الشَّمْسِيَّةِ أَخْذًا بِالِاحْتِيَاطِ مِنْ غَيْرِ اعْتِبَارِ رُبْعِ الْيَوْمِ وَمَعْلُومٌ أَنَّ فِدْيَةَ كُلِّ فَرْضٍ مِنْ الْحِنْطَةِ خَمْسُمِائَةِ دِرْهَمٍ وَعِشْرُونَ دِرْهَمًا وَلِلْوِتْرِ كَذَلِكَ فَتَكُونُ فِدْيَةُ صَلَاةِ كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ مِنْ الْحِنْطَةِ ثَلَاثَةَ آلَافِ دِرْهَمٍ وَمِائَةً وَعِشْرِينَ دِرْهَمًا وَفِدْيَةُ كُلِّ سَنَةٍ شَمْسِيَّةٍ مِائَةٌ وَاثْنَانِ وَأَرْبَعُونَ كَيْلًا بِكَيْلٍ قُسْطَنْطِينِيَّةَ وَسَبْعُ أُوقِيَّةٍ فَحِينَئِذٍ يَجْمَعُ الْوَارِثُ عَشَرَةَ رِجَالٍ لَيْسَ فِيهِمْ غَنِيٌّ لِقَوْلِهِ تَعَالَى { إنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ } الْآيَةَ وَلَا عَبْدٌ وَلَا صَبِيٌّ وَلَا مَجْنُونٌ لِأَنَّ هِبَتَهُمْ لَا تَصِحُّ ثُمَّ يُحْسَبُ سِنُّ الْمَيِّتِ فَيُطْرَحُ مِنْهُ اثْنَا عَشَرَ سَنَةً لِمُدَّةِ بُلُوغِهِ إنْ كَانَ الْمَيِّتُ ذَكَرًا وَتِسْعُ سِنِينَ إنْ كَانَتْ أُنْثَى لِأَنَّ أَقَلَّ مُدَّةِ بُلُوغِ الرَّجُلِ اثْنَا عَشْرَ سَنَةً وَمُدَّةُ بُلُوغِ الْمَرْأَةِ تِسْعَ سِنِينَ .
Tahun qamariah adalah 12 bulan qamariah yang masanya 354 hari + 1/3 hari + 3/10 hari. Dengan demikian maka fidyah shalat hendaknya dihitung dengan dasar tahun syamsiah demi kehati-hatian dengan tidak menganggap adanya seperempat hari. Telah diketahui bahwa fidyah setiap shalat fardhu dari gandum sebanyak 520 dirham, demikian juga untuk shalat witir. Sehingga demikian fidyah shalat sehari semalam dari gandum adalah 3.120 dirham. Dengan demikian, maka fidyah selama setahun syamsiah adalah 142 takar menurut takaran Konstantinopel dan 7 uqiyqh. Ketika demikian maka ahli waris mengumpulkan 10 pria yang tidak ada orang kaya di antara mereka. Hal itu karena firman Allah SWT yang artinya, “Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu untuk orang-orang fakir dan orang-orang miskin”. Al Ayat. Juga di antara mereka tidak boleh ada budak, anak-anak dan orang gila karena melakukan hibah kepada mereka tidak sah. Kemudian umur mayit dihitung lalu dikurangi 12 tahun untuk mendapatkan umur masa balighnya jika mayitnya seorang laki-laki. Dan dikurangi 9 tahun jika mayitnya perempuan, karena masa mencapai umur baligh minimal seorang pria adalah 12 tahun dan masa mencapai umur baligh minimal seorang wanita adalah 9 tahun.
Dari poin 4 didapatkan ungkapan berikut :
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ الْكَفَّارَاتِ كُلَّهَا لَا يَجُوزُ إعْطَاءُ فَقِيرٍ فِيهَا أَقَلَّ مِنْ نِصْفِ صَاعٍ حَتَّى فِدْيَةَ الصَّلاَةِ حَتَّى لَوْ أَعْطَى عَنْ صَلَاةٍ أَقَلَّ مِنْ الْمِسْكِينِ لَمْ يَجُزْ .
Kemudian ketahuilah bahwa berkenaan dengan semua macam kaffarah (penghapusan dosa) tidak boleh dengan memberikan darinya kepada seorang fakir kurang dari setengah sha’, hingga demikian pula fidyah shalat. Hingga jika memberikan kurang untuk jatah seorang miskin, tidak diperbolehkan.
Dari poin 5 didapatkan ungkapan berikut :
لَكِنْ لَا بُدَّ فِي كَفَّارَةِ الْأَيْمَانِ مِنْ عَشْرَةِ مَسَاكِينَ ، وَلَا يَصِحُّ أَنْ يَدْفَعَ لِلْوَاحِدِ أَكْثَرَ مِنْ نِصْفِ صَاعٍ فِي يَوْمٍ لِلنَّصِّ عَلَى الْعَدَدِ فِيهَا ، بِخِلَافِ فِدْيَةِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يَجُوزُ إعْطَاءُ فِدْيَةِ صَلَوَاتٍ لِوَاحِدٍ كَمَا يَأْتِي .
Akan tetapi dalam kaffarah sumpah harus 10 orang miskin. Tidak sah dengan memberikannya kepada satu orang lebih dari setengah sha’ dalam sehari karena adanya nash berkenaan dengan jumlah orang dalam hal ini. Ini berbeda dengan fidyah shalat yang diperbolehkan memberikan fidyah untuk sejumlah shalat kepada satu orang, sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Dari poin 6 didapatkan ungkapan berikut :
وَكَذَا عَلَّقَ فِي فِدْيَةِ الصَّلاَةِ لِذَلِكَ ، قَالَ فِي الْفَتْحِ وَالصَّلَاةُ كَالصَّوْمِ بِاسْتِحْسَانِ الْمَشَايِخِ .
Demikianlah, bahwa fidyah shalat dikomentari karena hal itu. Di dalam kitab Al Fath ia berkata, “Shalat itu sama dengan puasa dengan dasar istihsan para syaikh”.
Dari poin 7 didapatkan ungkapan berikut :
ويجوز إعطاء فدية الصلاة والصيام لواحد من الفقراء جملة بخلاف كفارة اليمين حيث لا يجوز أن يدفع للواحد أكثر من نصف صاع في اليوم للنص على العدد فيها .
Boleh dalam memberikan fidyah shalat dan puasa kepada satu orang fakir sekaligus, ini berbeda dengan kaffarah sumpah yang tidak memperbolehkan memberikannya kepada satu orang lebih dari setengah sha’ dalam sehari karena nash yang menunjukkan bilangan orang dalam hal ini.
DALIL WAJIB SHALAT DALAM SEGALA KEADAAN
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ . فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ (البقرة : 238-239) .
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.
[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
DARI TAFSIR IBNU KATSIR :
وقوله: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ } لما أمر تعالى عباده بالمحافظة على الصلوات، والقيام بحدودها، وشدد الأمر بتأكيدها ذكر الحال التي يشتغل الشخص فيها عن أدائها على الوجه الأكمل، وهي حال القتال والتحام الحرب فقال: { فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالا أَوْ رُكْبَانًا } أي: فصلوا على أي حال كان، رجالا أو ركبانا : يعني : مستقبلي القبلة وغير مستقبليها كما قال مالك، عن نافع: أن ابن عمر كان إذا سئل عن صلاة الخوف وصفها. ثم قال: فإن كان خوف أشد من ذلك صلوا رجالا على أقدامهم، أو ركبانا مستقبلي القبلة أو غير مستقبليها. قال نافع: لا أرى ابن عمر ذكر ذلك إلا عن النبي صلى الله عليه وسلم. ورواه البخاري -وهذا لفظه -ومسلم ورواه البخاري أيضاً من وجه آخر عن ابن جريج عن موسى بن عقبة عن نافع عن ابن عمر عن النبي، صلى الله عليه وسلم: نحوه أو قريباً منه ولمسلم أيضاً عن ابن عمر قال: فإن كان خوف أشد من ذلك فصل راكباً أو قائماً تومئ إيماء .
Firman-Nya yang artinya,
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”,
ketika Allah SWT memerintahkan kepada para hamba-Nya agar senantiasa memelihara shalat-shalatnya, menunaikan sesuai aturannya dan menegaskan masalah itu dengan takkid, maka disebutkan keadaan di mana orang sibuk karenanya untuk menunaikan shalat dengan sesempurna mungkin. Yaitu kondisi perang yang sedang berkecamuk. Maka Allah SWT berfirman yang artinya, “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan”, dengan kata lain : Maka shalatlah kalian dalam kondisi apapun juga, baik dengan berjalan atau dengan menunggang dan berkendara. Yakni : dengan menghadap kiblat atau tidak menghadap kepadanya. Nafi’ berkata, “Aku tidak mendapati Ibnu Umar menyebutkan demikian itu melainkan dari Nabi SAW”. Diriwayatkan oleh Al Bukhari – dan itulah lafadznya – juga oleh Muslim. Al Bukhari juga meriwayatkan dari jalur yang lain dari Ibnu Juraij dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi SAW sedemikian itu pula atau mendekati yang demkikian. Muslim juga meriwayatkan dari Umar ia berkata, “Jika rasa takut lebih dari yang demikian itu maka shalatlah dengan menunggang atau dengan berdiri dengan memberikan isyarat”.
Jika mencermati pengertian dari semua sumber di atas, maka sangat jelas kelemahan pendapat yang mendukung berlakunya fidyah shalat. Sebab-sebab kelemahannya :
Dalil yang mendasarinya hanya istihsan dari para syaikh.
Dalil yang menegaskan pelaksanaan shalat dalam kondisi apapun jauh lebih kuat, yaitu Al Qur’an dan Sunnah.
Dengan demikian, maka fidyah shalat tidak berlaku melainkan menurut madzhab Imam Hanafi. Namun, seorang muslim yang penuh cinta kepada Islam, pasti tidak memilih pendapat yang mendukung fidyah shalat dan pilih menegaskan tetap melaksanakan shalat dalam kondisi apapun dan dengan cara seperti apapun. Sekalipun dengan tayammum dan tanda perpindahan dari satu gerak ke gerak yang lain hanya dengan isyarat. Tetap shalat, baik dengan duduk atau dengan berbaring. Tidak demikian sikapnya terhadap shalat, berarti dia telah meninggal dunia dalam keadaan kafir. Na’udzu billah. Wallahu a’lam bish shawab.
*****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar