Minggu, 17 Mei 2009

MENGAPA BUNUH DIRI ?

MENGAPA BUNUH DIRI ?

Dr. ‘Aidh Al Qarni, penulis kitab “Laa Tahzan” dalam koran العالم الإسلامى edisi : 2033 yang terbit pada hari Senin, 7 Juli 2008 pada halaman : 8 menulis artikel dengan judul لماذا الانتحار (Mengapa bunuh diri ?). Dia, dalam artikelnya itu menjelaskan bahwa jika manusia mengalami depresi berat, memilih atheisme, maka kehidupan ini akhirnya tidak bermakna baginya. Eksistensi tidak penting baginya. Dunia tidak berhak untuk kehidupan di dalamnya. Ketika demikian, maka manusia mulai berpikir bagaimana mengakhiri hidup.
Akan tetapi seorang mukmin yang beriman kepada Allah SWT tidak akan melakukan perbuatan itu selamanya. Karena, sekalipun dunia gelap-gulita baginya, masih ada secercah cita-cita, seberkas harapan dan sedikit kesabaran. Sehingga seorang mukmin tidak melakukan bunuh diri, karena dia hidup apa adanya dan mengerti benar bahwa hidup ini selalu berubah. Selain itu, dia menyadari bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, setelah kesulitan kemudahan, setelah malam penuh kesempitan datanglah pagi yang sarat kemudahan, sebagaimana firman Allah SWT,
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Qs. Al Insyirah : 5-6).
Para ulama menyebutkan bahwa orang yang mengutamakan bunuh diri tiada lain karena salah satu di antara 2 sebab berikut :
1. Ingkar kepada Allah SWT. Dia berkeyakinan bahwa tidak ada Tuhan, tidak ada akhirat, tidak ada hisab, tidak ada surga, tidak ada neraka, kehidupan hanya permainan dan permainan belaka, alam ini ada hanya kebetulan, kehidupan dan kematian hanya sesuatu yang bakal sirna.
2. Hilang kesadaran, buta nurani dan hilang akal. Orang seperti ini bertindak layaknya orang-orang gila. Akan tetapi orang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir dan berakal tidak akan berpikir tentang sesuatu yang sangat hina bagi kehidupannya, karena dia sadar bahwa dia bertanggungjawab atas dirinya dan dirinya akan disiksa di akhirat dengan alat yang ia gunakan untuk mengakhiri hidup. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Barangsiapa membinasakan dirinya dengan seutas tali sehingga ia bunuh diri, maka dia di dalam neraka Jahannam dan bunuh diri dengannya selama-lamanya. Barangsiapa minum racun sehingga bunuh diri maka racun itu di tangannya dan ia menenggaknya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan besi, maka basi itu di tangannya dan menusuk perut dengannya di dalam neraka Jahannam selama-lamanya”.
Iman adalah potensi besar, bekal yang tidak akan habis dan cadangan yang tidak akan berkurang, seperti apapun gelapnya malam karena musibah dan kesulitan yang mencekik.
Seorang mukmin selalu dalam penantian jalan keluar dengan penuh kesabaran yang sesungguhnya adalah ibadah. Selalu menghitung-hitung karena dalam setiap musibah itu ketaatan. Selalu ridha dengan pilihan Allah SWT dan selalu menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Selalu beriman kepada Qadha dan Qadar. Selalu yakin bahwa dunia adalah kampung yang berjalan menuju alam yang lain yang lebih panjang, lebih mulia, lebih bahagia dan kekal abadi keindahan dan kecerahannya sebagaimana firman Allah SWT :
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. An-Nahl : 97).
Orang beriman menyadari bahwa karena kenikmatan syukur, karena musibah sabar dan karena dosa mohon ampunan. Seorang mukmin itu teguh, yakin dan ridha menghadapi qadha Allah SWT. Sehingga di antara mereka ada yang ditangkap lalu disiksa, dipukuli, ditahan dan ada pula yang digiring ke tiang gantungan dengan penuh ridha, senyum dan selalu mengharapkan pahala dari Allah SWT. Lihatlah Khubaib bin Adiy RA yang disiksa oleh orang-orang musyrik Makkah. Kemudian mereka mendirikan tiang gantungan untuknya. Mereka menggiringnya menuju ke tiang gantungan. Ia meminta kepada mereka kesempatan terakhir untuk menunaikan shalat dua rakaat. Usai shalat ia menghadap kepada mereka seraya berkata, “Demi Allah, jika kalian tidak mengatakan bahwa aku takut mati, maka pasti aku panjangkan shalatku”. Ketika ia dalam keadaan berkalung tali jerat mendendangkan sebuah syair :
وَلَسْتُ أُبَالِى حِيْنَ أُقْتَلُ مُسْلِمًا # عَلَى أَىِّ جَنْبٍ كَانَ فِى اللهِ مَصْرَعِى
Tak peduli ketika aku dibunuh sebagai seorang muslim
Dalam keadaan apapun, di tangan Allah kematianku
Orang-orang mukmin tidak memikirkan bunuh diri, karena mereka berada di dalam hukum Allah dan di dalam kehendak-Nya. Mereka menyembah-Nya dalam keadaan mudah atau susah. Mereka mengetahui bahwa segala sesuatu dengan qadha dan qadar-Nya. Mereka juga mengetahui bahwa pilihan di tangan Allah SWT.
Seorang yang bunuh diri adalah orang yang depresi, gagal dan hampa sehingga melihat kematian dan kehidupannya sama saja. Di dalam pandangannya tidak ada lagi pendorong bagi dirinya untuk mempertahankan dan memuliakan hidup.

******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar