Ditulis tanggal : 25 Mei 2009.
Penulis : Pak De.
Judul :
MAKNA DAN PERBEDAAN ANTARA سياسة DAN POLITIK
(DARI BUKU : الفقه السياسى (FIKIH POLITIK), OLEH : HASAN AL-BANNA HALAMAN : 5)
Kata السياسى (politik) berasal dari akar kata : ساس – يسوس (memimpin). Ism fa’ilnya adalah سائس (Pemimpin). Bentuk mashdarnya adalah سياسة (kepemimpinan), sama dengan رعاية (penggembalaan-kepemimpinan). Jika dikatakan سائس الخيل maka artinya adalah orang yang menggembalakan kuda, sebagaimana jika dikatakan ساس الأمة yang artinya pemimpin umat demi kebaikan dalam segala urusan dan maslahatnya.
سياسى (Politikus) adalah orang yang sangat perhatian akan urusan dan maslahat umat dan sangat memahaminya dengan sangat mendetail lalu memprosesnya dengan pemikirannya yang benar dan lurus.
السياسي الإسلامي (Politikus Islami) adalah seorang muslim yang berpegang teguh kepada Islam yang lantas memproses semua urusan umat sesuai dengan pandangan Islam dan hukum syari’at.
الفقه السياسى (Fikih Politik) adalah pemahaman segala urusan umat yang mendalam, baik yang internal maupun yang eksternal lalu mengelola dan mengurus semua urusan itu sesuai dengan hukum dan petunjuk syari’at.
السياسة selanjutnya disebut politik ada dua macam, 1) Politik syar’i dan 2) Politik tidak syar’i (buatan makhluk). Politik syar’i menggiring semua manusia menuju kepada semua yang sesuai dengan pandangan syar’i. Kekhalifahan bertugas memelihara agama dan mengatur dunia dengannya.
Adapun politik tidak syar’i atau wadh’i adalah politik yang menggiring manusia menuju apa saja yang sejalan dengan teori manusia yang diterjemahkan ke dalam undang-undang dan aturan-aturan buatan manusia yang menjadi pengganti syari’at Islam dan sangat berbeda dengannya. Politik yang demikian menolak pandangan politik syar’i dan dia adalah politik yang tidak beragama. Politik yang tidak beragama adalah politik jahiliah.
KOMENTAR
Politik, bisa saja dibuat liar dan akhirnya menjadi kotor, dan bisa juga dibuat bermoral dan akhirnya menjadi bersih dan penuh keadilan. Tujuan politik yang bermoral dan bersih yang penuh keadilan adalah kebaikan dan kebahagiaan serta kesejahteraan bersama. Tidak hanya demi kepentingan orang yang memegangnya. Atau orang yang memegangnya menginginkan lebih banyak karena merasa sebagai orang yang memegangnya. Sedangkan rakyat, hanya diberi sisa dan dipikirkan setelah para pemegang kekuasaan politik itu memikirkan diri dan kroni mereka sendiri. Memang akhirnya berat dan mungkin banyak yang harus mereka pikirkan : pembagian hasil, mengembalikan utang, pemenuhan janji atau menjaga jarak dengan konstituennya dan lain sebagainya.
Rakyat diprogram agar mayoritasnya tetap berkubang dalam kebodohan, sehingga tidak memiliki potensi untuk maju. Untuk meraih sehat susah, sekolah susah, makan susah, berpikir tidak cerdas, untungnya, untuk minum tinggal menggali tanah keluarlah air untuk minum. Istilah maju, tidak mereka kenal apa sesungguhnya kemajuan itu.
Rakyat yang demikian sangat mudah dibeli dengan harga yang semurah-murahnya. Hanya dengan Rp 50.000,- atau paling tinggi Rp 100.000,- dia sudah siap menjadi sumber suara pemilih. Rakyat yang harganya Rp 100.000,- jumlahnya sangat sedikit. Apalagi rakyat yang tidak bisa dibeli, amat sangat sedikit sekali.
Jual-beli demikian, sebagaimana banyak dilihat, banyak terjadi ketika musim “pil” dengan berbagai macam tingkatnya. Sehingga negara lebih banyak diwarnai oleh orang berduit sekalipun dia mungkin bodoh politik atau tidak berwawasan politik yang baik. Wawasan politiknya adalah kompetisi dalam kemewahan. Di antara hasilnya, anggota dewan tidak berani turun ke dinas atau departemen bawahannya, karena pasti bakal didikte olehnya atau takut dirinya salah menggunakan istilah. Di antara hasilnya yang lain, selama lima tahun anggota dewan hanya menghasilkan 4 buah perda inisiatif dan lain sebagainya. Memangnya, daerahnya sudah super maju atau super sebaliknya. Jika demikian, jelas yang paling penting bagi mereka adalah “amplop” yang didapat hanya dengan mengatakan “setuju” yang bisa menopang kehidupannya yang sekaligus mendongkrak gengsi. Sedangkan rakyat yang bodoh sehingga menjadi miskin itu……tinggal menikmati uang Rp 50.000,- atau Rp 100.000,- bersama keluarganya selama lima tahun ke depan. OK kan ? Na’udzu billah min zalik.
Maka rakyat yang punya negara ini harus berusaha menjadikan negaranya maju yang dimulai dengan memajukan semua anggota keluarganya. Usaha memajukan negara dimulai dari kecerdasan dalam berpikir dan wawasan yang luas. Jangan hanya bisa hidup sekalipun sangat susah, akan tetapi harus berusaha maju yang pasti dengan bersusah-payah terlebih dahulu. Pilihlah susah-payah di awal, namun bahagia di akhirnya.
*****
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar