Diposting tanggal : 08 Juni 2009.
Penulis : Pak De.
Judul :
BUKU TENTANG TOLERANSI ISLAM
DALAM PERGAULANNYA DENGAN AHLI KITAB
Di dalam koran العالم الإسلامى edisi 2071 yang terbit pada hari Senin, 18 Mei 2009 pada halaman 7 ditulis sebuah judul yang artinya : Buku tentang toleransi Islam dalam pergaulannya dengan Ahli Kitab. Back-ground buku ini adalah negara Mesir.
Buku ini diterbitkan dalam rangka memperkokoh toleransi antar umat beragama oleh lembaga umum perbukuan. Buku ini dikarang oleh dua orang penulis muslim dan kristen Qibthi bernama Munir Ghabur dengan judul Kristen dalam Islam. Buku ini terdiri dari 150 halaman. Pengantarnya ditulis oleh Syaikh Al Azhar, Muhammad Sayyid Thanthawi. Mukadimah ditulis oleh Dr. Musthafa Al Faqy. Terdiri dari 8 pasal, di antaranya : Orang-orang Nasrani dan Islam, Al Masih di dalam Al Qur’an, Wasiat Nabi Muhammad SAW berkenaan dengan orang-orang Qibthi Mesir, Toleransi Islam dalam pergaulannya dengan Ahli Kitab dan Islam dan dunia pasca runtuhnya kekhilafahan.
Ahmad Utsman menjelaskan bahwa dua tahun lalu ia berjumpa dengan seorang kawannya, Munir yang seorang Kristen Qibthi. Dia mengkhawatirkan adanya banyak kejadian di Mesir yang berlatar belakang sengketa antar kelompok. Dia menyampaikan kepada Utsman bahwa suatu ketika di zaman pemerintahan Anwar Sadat diadakan sebuah pertemuan antara pastur Syanudah dengan Syaikh Al Azhar lalu Anwar Sadat berkata kepada mereka, “Kenapa kalian tidak terbitkan sebuah buku yang di dalamnya kalian bicarakan tentang sejumlah kesamaan yang mampu menghimpun antara kaum muslimin dan kaum kristen”. Namun proyek itu hingga kini belum ada, sehingga mereka berdua sepakat untuk memulai menulis sebuah buku bersama-sama yang isinya menegaskan toleransi antar umat beragama dan kemungkinan untuk hidup bersama dan memahami hikmah Ilahiah dengan adanya sejumlah aqidah dan agama. Perbedaan pendapat di bidang agama tidak selalu kembali kepada sebab kepentingan-kepentingan politis, karena masing-masing agama samawy yang berdasarkan tauhid dan ibadah kepada Allah yang Maha Esa sama dalam tujuan-tujuan dan pandangan-pandangannya. Khususnya karena Al Qur’an menyatakan keberadaan agama-agama itu.
Utsman berkata, “Sangat disayangkan sekali, akhir-akhir ini telah terjadi perubahan pengertian yang benar berkenaan dengan hubungan antar para pemeluk agama karena sebab yang sangat banyak jumlahnya. Sehingga mulai muncul berbagai bentuk sensitifitas antara kalangan Qibthi dan kaum muslimin. Banyak pula orang yang mengatakan bahwa selain kaum muslimin kafir”. Ditambahkan bahwa buku ini adalah sebuah upaya untuk menunjukkan pemikiran Islam yang sesungguhnya yang ada di dalam Al Qur’an dan As-Sunnah. Ditambahkan pula bahwa Islam telah sempurna sebelum wafat Rasulullah SAW. Oleh sebab itu kita kembali kepada Islam di mana Allah SWT berfirman,
(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat…. ". (Qs. Ali Imran : 55).
Dengan demikian maka sikap yang ada di dalam Al Qur’anlah yang memberi kita pola pikir berkenaan dengan hubungan kaum muslimin dengan orang-orang Nasrani. Maka kita kembali kepada akar Islam yang hakiki.
Ursman juga menambahkan bahwa Muhammad Ali melepaskan Mesir dari daulah Utsmaniah, sehingga Mesir menjadi daulah dan bangsa Mesir adalah bangsa yang berdiri sendiri dan tidak tunduk kepada gubernur dan tidak menjadi rakyat suatu kesultanan, akan tetapi mereka adalah rakyat dalam suatu daulah. Dijelaskan pula bahwa di masa daulah Utsmaniah orang-orang Nasrani dan orang-orang Yahudi dianggap sebagai ahli Kitab yang diperlakukan secara khusus sebagai imbalan mereka membayar pajak lebih. Akan tetapi dengan runtuhnya kekhilafahan dan kembali dibangunnya daulah Mesir maka semua orang Mesir menjadi warga tetap dan tidak ada lagi pembicaraan tentang ahli zhimmah.
Mulailah era baru dengan memasuki pertikaian dengan penjajah Inggris. Mulai muncul tuntutan kemerdekaan dan demokrasi.
Pada serangan tahun 1919 ketika kaum muslimin dan kaum Nasrani keluar secara bersama-sama untuk membela masalah yang sama, maka kami sekali lagi menjadi bangsa.
Penyusun ke dua buku ini, Munir Ghabur mengatakan, “Sejak masa kecilku, dan ketika itu aku hidup dengan kawan-kawan dan para tetangga yang semuanya muslim, namun ketika itu aku tidak merasakan bahwa ada muslim dan nasrani, karena ketika itu kaum muslimin adalah muslim yang sesungguhnya, muslim yang mengikuti ajaran-ajaran Islam yang baik. Akan tetapi, pada dua puluh tahun terakhir ini, saya dikejutkan oleh perubahan prinsipil pada bangunan masyarakat Mesir. Hal itu tentu harus segera dihentikan. Misalnya, kita memiliki 8.000 perguruan tinggi Al Azhar yang di dalamnya dikatakan bahwa orang-orang Qibthi kafir, sebagaimana yang aku dengar dari banyak orang. Bagaimana mereka kafir sedangkan Al Qur’an memberikan wasiat agar baik kepada kami. Nabi Muhammad SAW juga bersabda,
من آذا ذميا فقد آذانى ، ومن آذانى فقد آذى الله.
Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi maka dia telah menyakitiku. Dan barangsiapa menyakitiku, maka dia telah menyakiti Allah.
Munir merasa heran, bagaimana kita mengatakan ‘negara kesatuan’ sedangkan kita bangsa yang satu. Kesatuan adalah antara dua eksistensi yang berbeda, seperti kesatuan antara Mesir dan Suriah, misalnya. Dia juga melontarkan sebuah pertanyaan, “Kenapa orang-orang Qibthi merasa ditekan di dalam negeri mereka sendiri ?”.
Seorang pakar, Nabil Lukas Babawi mengatakan, “Buku ini mencerminkan pengertian dan konten sebuah negara kesatuan dan pendekatan antar agama. Agama-agama samawi menyerukan hidup bersama dengan damai dan saling bekerja-sama. Buku ini adalah contoh yang baik bagi kesatuan antara kaum muslimin dan kaum Nasrani. Seorang muslim menulis tentang kristen dan seorang kristen menulis tentang Islam”.
Dia menambahkan bahwa kesepakatan antara Islam dengan Kristen lebih dari 99 % sedangkan pertentangan kurang dari 1 %. Di antara pilar-pilar Islam adalah perdamian, cinta-kasih dan persaudaraan. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surah Al anfal,
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya….”. (Qs. Al Anfal : 61).
******
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar