Manusia adalah makhluk Allah SWT yang hidupnya selalu berjamaah. Itulah tabiat asli manusia yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Tidak mungkin manusia bisa hidup dengan tidak berjamaah. Bahkan dipastikan manusia akan punah bila hidupnya tidak berjamaah. Bandingkan kehidupan manusia dengan kehidupan sebatang pohon, misalnya. Pohon memiliki tabiat hidup yang sama sekali berbeda dengan manusia. Pohon bisa saja mempertahankan hidupnya sendirian. Karena dia berbunga lalu dari bunganya sendiri menghasilkan biji yang menjadi benih baginya. Biji yang muncul dari satu batang pohon akan menjadi pelanjut eksistensi pohon itu hingga hari kiamat. Atau dari daunnya dia mengembangkan keturunannya dan eksistensinya dengan demikian bisa dipertahankan. Ada pula, dari dahan atau rantingnya yang gugur menjadi bibit baginya. Bahkan ada tumbuh-tumbuhan yang mempertahankan eksistensinya hanya dengan akarnya. Sedangkan manusia, harus mempertahankan eksistensinya dengan pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan atau lebih.
Bahkan manusia dalam mempertahankan eksistensinya harus saling tolong menolong di antara mereka. Apalagi ketika menusia ternyata makhluk berbudaya. Karena Allah SWT telah memberinya akal yang selalu mendorong dirinya untuk melakukan berbagai eksperimen dan inovasi dalam segala hal. Akhirnya, karena adanya anugerah akal, sebagian orang lebih maju daripada sebagian yang lain. Sebagian kelompok sosial lebih berbudaya daripada yang lain. Kondisi demikian memicu semangat berlomba di antara mereka para manusia. Mereka berlomba dalam kemajuan budaya dan kemajuan sosial. Semua manusia menginginkan kemajuan dalam segala hal.
Semua tujuan mereka harus dicapai secara bersama. Mereka harus kompak untuk mencapai kemajuan itu. Mereka harus terkoordinir dalam melakukan berbagai upaya guna mencapai kemajuan yang mereka idam-idamkan bersama-sama. Kekuatan modal, semangat dan potensi-potensi lain yang mereka miliki harus diorganisir di bawah seorang pemimpin yang mumpuni. Sehingga arah jamaah focus kepada apa-apa yang menjadi tujuan mereka.
Pemimpin yang mengorganisir mereka harus seorang yang benar-benar paham tujuan bersama, bukan paham tujuan hawa-nafsunya sendiri, keluarga dan kroninya saja. Pemimpin harus orang yang kuat fisik dan akalnya. Pemimpin harus orang yang luas pengetahuan dan jaringannya. Pemimpin harus orang yang ilmunya shahih sehingga semua amalnya dalam memimpin shalih. Kalau ilmu yang dia miliki tidak shahih atau tidak memiliki ilmu sama sekali, tidak mungkin amal-amalnya menjadi shalil. Amalnya hanya thalih. Pemimpin harus tangguh dan teguh dalam memeluk agamanya sehingga tahu 'jimat' apa yang ia mempankan ketika menghadapi godaan setan. Pemimpin harus paham bahasa setan yang langsung menyeruak di dalam hati dan langsung dipahami, sekalipun bahasa setan itu tidak pernah ada namanya. Karena setan ngomong langsung di dalam hati seseorang dan orang tersebut langsung paham apa yang setan maksud. Godaan setan itu sangat strategis, karena penggoda (setan), orang yang digoda (seorang pemimpin misalnya) dan proses bujuk-rayu setan tidak pernah diketahui oleh orang lain. Sehingga pemimpin sangat rentan dan sangat mudah tergiur mengikuti apa maunya setan, karena merasa dia memenuhi apa yang dibisikkan oleh setan adalah demi kepuasannya sendiri dan tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Ingat, baik dia setan dari golongan jin atau setan dari golongan manusia.
Ketika seorang pemimpin sudah demikian, maka sesungguhnya dia mulai kehilangan kendali dirinya. Agama sudah dianggap hanya pemantas belaka. Baginya agama tidak penting dan cenderung membatasi gerak bebas dirinya. Akhirnya, benar-benar kehilangan agama sebagai pengendalinya. Dan semua tindakannya adalah tindakan-tindakan yang thalih dan sama sekali tidak shalih.
Ketika pemimpin yang demikian adalah pilihan rakyat, maka rakyat mulai menyadari bahwa mereka hanya dibodohi dengan sejumlah uang, iming-iming dan janji-janji yang tidak kalah menariknya dengan janji-janji setan kepada manusia. Mereka sesungguhnya diajak untuk menjungkir balikkan wilayah yang ada di bawah kepemimpinannya. Mereka diajak mengorbankan rakyat dan semua potensi negara atau daerahnya. Dan ironinya, semua itu hanya demi kepentingan pemimpin tersebut.
Pemimpin yang dekat dengan ridha Allah SWT adalah seorang pemimpin sebagaimana yang dijelaskan oleh-Nya di dalam surah Al Baqarah ayat 247. Seorang pemimpin yang dipilihkan oleh Allah SWT untuk memenuhi permintaan Bani Israil adalah pemimpin yang telah Allah SWT lengkapi dengan keluasan ilmu dan kekuatan fisik. Sekali lagi, bahwa ilmu Allah SWT adalah ilmu yang shahih, sehingga pemimpin pilihan Allah SWT adalah seorang pemimpin yang amal-amalnya senantiasa shalih karena ilmunya shahih. Tidak berani khianat, tidak mungkin melakukan kecurangan, tidak bisa aniaya kepada rakyat, langsung atau tidak langsung, tidak juga aniaya kepada dirinya sendiri. Pemimpin yang dekat dengan ridha Allah adalah pemimpin yang siap memimpin peperangan sekalipun. Tidak pengecut dan tidak ciut. Mahir menunggang kuda dan mengayunkan senjata. Tajam menatap masa depan yang lebih baik. Tidak gentar membela semua yang wajib ia bela. Tidak loyo memperjuangkan cita-cita bersama. Selalu siap menjadi koordinator dalam berbagai kegiatan demi kemajuan bersama. Tidak menghabiskan waktu untuk 'membangun jiwa dan badan' hanya demi kepentingan dirinya sendiri, dan bukan untuk kemajuan bersama.
Pemimpin pilihan Allah SWT bukan hanya orang yang banyak hartanya. Mengukur kelayakan dan kelaikan seseorang menjadi pemimpin hanya dari aspek harta saja adalah Yahudi kuno.
Semua rakyat mempunyai cita-cita : kemajuan negara dan daerah dalam segala aspek. Maju secara bersama-bersama. Tidak boleh ada yang ditinggal atau dirugikan. Semua potensi negara atau daerah harus ke sana arah penggunaannya agar negara atau daerah ini menjadi negara atau daerah yang thoyyibatun wa Rabbun ghafur, gemah ripah, lohjinawi, toto, titi, tentrem, kerto raharjo. Tidak ada jalan yang binasa, gedung sekolah yang baru dibangun langsung ambruk, gedung sekolah yang lama tidak dibangun sampai ambruk, rakyat miskin sampai kekurangan gizi, rakyat tidak bisa masuk sekolah karena biaya tidak ada, rakyat mati sia-sia karena tidak mampu berobat, para pemuda yang pesimis sehingga hanya bisa hura-hura dan membuat huru-hara, paham agama yang sangat rendah sehingga budayanya hanya beda tipis dengan pola yang ada di dunia binatang.
Jangan sampai rakyat rela dipimpin oleh seorang pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagai mesin produksi suara. Rakyat tidak boleh pintar dan luas wawasan, karena dianggap akan menjadi rival baginya. Jangan sampai rakyat rela dipimpin oleh seorang pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagaimana pepatah Arab yang artinya : Buatlah anjingmu kelaparan sehingga akan tunduk patuh kepadamu. Rakyat hanya dijadikan pekerja-pekerja yang memberikan keuntungan kepadanya. Semua potensi hanya diarahkan penggunaannya hanya demi kepentingannya sendiri, keluarga dan kroninya. Rakyat harus memilih pemimpin dengan kriteria sebagaimana yang Allah SWT sudah paparkan di dalam Al Qur'an. Rakyat harus paham dan yakin bahwa jika negara atau daerah ini dikelola oleh seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi, akan memberikan kemajuan yang jauh dari kondisi sekarang ini. Rakyat tidak akan diberi jalan yang bolong-bolong, lingkungan yang penuh sampah, udara penuh pencemaran, air kotor dan terkontaminasi, kota-kota yang pengab di siang hari, tidak rapi, di sana sini pengemis dan orang gila telanjang, trotoar-trotoar menjadi tempat mengais rezeki bagi pedang kaki lima dan gelap di malam hari, budaya penuh gusur-menggusur, pasar yang dipenuhi bau busuk menusuk, pembangunan fisik marak hanya di akhir masa jabatan dan lain sebagainya.
Semoga Allah SWT membantu rakyat yang taat kepada-Nya dalam memilihkan seorang pemimpin yang Rabbani, demi kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Amin ya Rabbal alamien.
******
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar