Senin, 29 November 2010

KAJIAN KRITIS SHALAWAT BADAR

صَلاَةُ اللهِ سَلاَمُ الله
عَلَى طَهَ رَسُوْلِ الله
صَلاَةُ اللهِ سَلاَمُ الله
عَلَى يَاسِيْن حَبِيْبِ الله

تَوَسَّلْنَا بِبِاسْمِ الله
وَبِالْهَادِى رَسُوْلِ الله
وَكُلِّ مُجَاهِدٍ لِلَّه
بِأَهْلِ الْبَدْرِ يَا اَلله

إِلَهِى سَلِّمِ اْلأُمَّة
مِنَ الآفَاتِ وَالنِّقْمَة
وَمِنْ هَمٍّ وَمِنْ غُمَّة
بِأَهْلِ الْبَدْرِ يَا اَلله
Shalawat dan salam dari Allah
Atas Thaha Rasulullah
Shalawat dan salam dari Allah
Atas Yasin kekasih Allah

Kami bertawassul dengan Nama Allah
Juga dengan sang pemberi petunjuk, Rasulullah
Juga dengan semua mujahid demi Allah
Yaitu ahli Badar, ya Allah

Wahai Tuhanku selamatkan ummat
Dari segala bencana dan kesialan
Dari kesedihan dan nestapa
Dengan ahli Badar, ya Allah

KAJIAN KRITIS :
Bait pertama “is ok” tidak ada masalah yang dipersengketakan. Isi yang dikandung adalah harapan agar shalawat dan salam selalu dicurahkan kepada Thaha dan Yasin. Keduanya adalah nama lain bagi Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Isi bait kedua berkenaan dengan praktik “tawassul”. Sebuah cara mendapatkan “katebelece” atau “jalan belakang” yang lebih dekat untuk menuju Allah. Ada dua pendapat berkenaan dengan praktik tawassul : Boleh bertawassul dengan asma husna Allah atau dengan amal shalih sebagaimana yang dilakukan oleh tiga pemuda yang terkunci di dalam gua dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Pendapat kedua, tidak boleh bertawassul kepada selain yang disebutkan di pendapat pertama, termasuk kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia.
Di bait kedua, tawassul pertama dengan nama Allah, ini “is ok”. Tapi kedua dan ketiga dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan ahli Badar, mungkin yang dimaksud adalah para syuhada’ perang Badar. Jumlah mereka adalah 13 orang. Lihat di dalam kitab Ar-Rahiqul makhtum” Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri. Di sini menjadi sumber persengketaan sejumlah ulama. Ada sejumlah ulama yang tidak setuju dengan praktik tawassul kepada orang meninggal. Baik itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau para syuhada’ dan ada pula yang setuju. Bagi yang setuju alasannya adalah bahwa para syuhada’, menurut mereka tetap hidup sebagaimana manusia hidup pada umumnya dan mendapatkan rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (QS. Al Baqarah : 154 dan Ali Imran : 169). Tanpa membedakan antara kehidupan mereka dengan kehidupan manusia yang masih ada di dunia.
Namun demikian, jika diperhatikan secara seksama, bait kedua ini menunjukkan ketidak-adilan sikap orang yang bershalawat Badar dan bertawassul kepada para syuhada’ Badar. Lepas dari praktik tawassul kepada orang meninggal itu syar’i atau bid’ah, tetapi kenapa justru orang-orang yang bershalawat Badar itu tidak bertawassul pula kepada ahli Uhud, yang jelas-jelas jumlahnya jauh lebih banyak daripada syuhada’ Badar. Jumlah mereka 70 orang syuhada’ sedangkan jumlah syuhada’ Badar hanya 13 orang. Lihat referensi yang sama. Kalau kuantitas lebih besar lebih menjamin efektifitas tawassul, tentu tawassul kepada ahli Uhud lebih efektif. Namun para peshalawat Badar sama sekali tidak pernah memasukkan ahli Uhud di dalam shalawat mereka. Aneh rasanya kan ? Malah shalawat mereka diberi nama shalawat Badar. Sama sekali tidak pernah terdengar adanya shalawat Uhud. Jika demikian, adilkah sikap mereka kepada para syuhada’ ????? Embuh…….
Sedangkan bait ketiga “is ok”. Isinya adalah doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sudi kiranya menyelamatkan umat, mungkin umat Islam yang dimaksud, dari segala macam bencana, kesialan, kesedihan dan duka nestapa. Yang diakhiri dengan praktik tawassul. Lagi-lagi hanya dengan ahli Badar.
Hanya saja, banyak peshalawat latah yang tidak mengerti bahasa Arab dan tidak pernah melihat tulisannya yang benar salah ucap. Mengucapkan “niqmah” dengan “ni’mah”. Padahal niqmah adalah lawan kata ni’mah. Kalau Allah mengabulkan doa salah ini, pasti bukan keselamatan yang didapat, tetapi malapetaka yang turun, seperti sekarang ini, sangat banyak malapetaka yang terjadi, seperti bencana alam yang terjadi di Wasior, Merapi, Mentawai, Bromo. Bencana ketololan seperti : salah tembak, malpraktik, salah tangkap, kesialan nasabah bank Century, kemunduran negara Indonesia yang tambun ini dibidang olahraga, perindustrian, pertanian, kehutanan, kelautan, munculnya Gayus dan lain sebagainya. Maka jika bershalawat, jangan hanya enak lantunannya saja, tapi juga wajib bisa menghayatinya dan benar caranya.
Peshalawat latah yang tidak mengerti bahasa Arab dan tidak pernah melihat tulisannya yang benar juga sering salah ucap dalam mengucapkan “ghummah” dengan “ummah”. Padahal ghummah adalah kesedihan yang merundung hati sedangkan umah adalah kelompok manusia. Jika salah sedemikian rupa, maka bukan bahaya yang muncul seperti pada kesalahan sebelumnya di atas, tetapi doanya menjadi tidak bisa dipahami alias rusak dan binasa.
Semoga saja kajian ini menambah “ngeh” semua pembaca tentang shalawat Badar yang sangat populer di kalangan kaum muslimin Indonesia lalu bisa menilainya dengan benar dan menentukan sikap yang tepat terhadapnya. Amin…..

******

2 komentar:

  1. assalamualaikum wr wb ,, bagaimana kalo antum saja yang membuat sholawat uhud,, bgaimana?? oya dan ada baiknya anda pelajari cerita/ kronologis dikarangnya sair tersebut,,syair tersebut karangan syekh Ali dibuat di Indonesia,,dst.... trimakasih wasalamualaikum

    BalasHapus
  2. Tawasul dgn org2 sholeh dan Sholawatan itu boleh, ga bid’ah. Janganlah kau katakan org yang mati dijalan Allah itu matitetapi sesungguhnya mereka hidup dan diberi rezeki.(Al-Baqoroh) Jadi boleh berwasilah dengan syuhada2 dan wali2 Allah

    BalasHapus